By: Faizah Fauzan
Nama Taman Impian Jaya Ancol (TIJA) begitu lekat di hati
pasangan suami isteri Fifi dan Wawi. Keduanya bersyukur, di tengah hiruk pikuk dan
kesemrautan kota Jakarta ada sebuah tempat rekreasi yang begitu menyenangkan
dan memberikan nilai tambah bagi putera puteri mereka. TIJA telah menghantarkan
sebuah keceriaan pada anak-anak mereka yang diyakini akan berbekas hingga
mereka dewasa kelak.
Pasangan yang sudah menikah selama 7 tahun dan dikarunai dua
buah hati ini menyadari bahwa TIJA bukan hanya sekadar tempat rekreasi,
melainkan juga merupakan sarana edukasi yang dapat menggali potensi anak.
Pemahaman ini muncul tatkala mereka melihat perkembangan si sulung Fara. Ketika
tulisan ini diturunkan (akhir Februari 2013), Fara berusia 4 tahun 6 bulan.
Di mata Fifi dan suaminya, Fara adalah anak yang istimewa.
Ia tidak seperti anak biasa. Di awal masa tumbuh kembangnya, Fara terlihat
aktif dan energik. Ia sudah bisa berjalan di usia 10 bulan. Dan di usia itu pula
ia mulai bernyanyi, menirukan lagu-lagu yang didengarnya melalui VCD atau pun
situs Youtube. Mungkin orang bilang Fara hanya bersenandung, tapi menurut
ibunya Fara betul-betul bernyanyi karena ia tidak hanya bergumam, ada kata-kata
yang keluar dari mulutnya walau tidak begitu jelas. Fara sering menirukan syair
lagu dengan bahasa bayinya. “Saya masih teringat betapa lucunya ia menirukan
lagu Barnie ‘ love you, you love me, we
are happy family’dengan kata-kata “mi ami … mi ami. Itu di usia 10 bulan,”
tutur Fifi.
Namun sampai menginjak usia 18 bulan, Fara hanya bernyanyi. Tak
ada kata-kata percakapan. Yang keluar dari mulutnya hanya nyanyian. Begitu
terbangun di pagi hari, ia sudah bernyanyi. Fara akan terus bernyanyi sepanjang
hari. Bahkan dalam menangis dan berurai air mata pun Fara mengungkapkan
perasaannya dengan bernyanyi. “Mungkin bisa dibayangkan, dalam kondisi mata
basah, Fara menyanyikan lagu ‘Kasih Ibu’ dengan tersedu-sedu.” Bila suara
nyanyian tidak lagi terdengar di seantero rumah, itu berarti Fara sudah
tertidur,” kata sang ibu. Diusianya yang
belum genap 2 tahun Fara sudah hafal lebih dari sepuluh lagu.
Orang-orang banyak berkata, “Wah hebat ya, masih kecil sudah
pintar bernyanyi.” Namun pujian itu membuat hati Fifi getir. Fara memang mudah
sekali menghafal syair lagu yang didengarnya, tapi ia tidak merespon kata-kata
yang diucapkan ayah ibunya. Fara tidak mengulang ucapan yang dikatakan padanya.
Tidak ada fase ekolali yang lazim dialami anak-anak, sehingga di usia 18 bulan pembedaharaan
kata yang dikuasainya minim sekali. Tak sampai 5 kata situasional yang bisa diucapkan
Fara, yakni meong (ketika melihat gambar kucing), mati (ketika melihat komputer
dalam proses shut down), dan buka
(ketika meminta dibukakan sesuatu). Padahal mestinya anak seusianya sudah
mengenal puluhan bahkan lebih dari 100 kata.
Ada banyak nama yang membayang-bayangi kondisi Fara. Speech delay, autism spectrum disorder, attention
hyperactivity disorder (ADHD), attention
deficit disorder (ADD), dan lainnya. Semua nama-nama ini mengarah pada satu
label umum, yakni “anak berkebutuhan khusus.” Namun ayah ibunya tidak ingin
larut pada label itu. Begitu menyadari problem Fara, mereka bergegas mencari
solusi. Dalam kondisi hamil besar, Fifi membawa buah hatinya untuk diobservasi
di RSBA Harapan Kita, Jakarta. Tim ahli yang memeriksa mengatakan Fara perlu
diterapi. Langkah awalnya adalah terapi sensori integrasi. Fara mulai
menjalaninya pada bulan April 2010, seminggu menjelang Fifi melahirkan Umar,
anak keduanya. Rasa bahagia menyirami pasangan suami isteri ini, dalam beberapa kali terapi kemampuan Fara
untuk mengulang kata-kata sudah muncul. Ini menjadi titik terang untuk melatih
kemampuan tumbuh kembang Fara yang lain.
Hingga kini Fara masih terus menjalani empat jenis terapi,
yaitu sensori integrasi, terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi perilaku. Ia
sudah bisa menjawab pertanyaan dan mengutarakan perasaan dan keinginanannya.
Sosialisasi ingin bergaul dengan teman sudah mulai terlihat. Walau masih ada
beberapa hal yang lazim dikuasai anak-anak seusianya belum bisa dilakukan Fara.
Rekreasi ke Ancol
Sejak Fara berusia 10 bulan, orang tuanya sering membawanya
ke Taman Impian Jaya Ancol. Ini menjadi agenda rutin mereka bila ada saudara
dari kampung datang ke Jakarta. Tempat rekreasi yang cukup sering dikunjungi Fara adalah
Atlantis Water Adventures. Ia sangat menikmati bermain air di tempat ini,
terutama di kolam bola. (Sayang sekarang kolam bola sudah tidak ada. Terakhir mereka
kesana, arena kolam bola sudah berubah menjadi kolam apung).
Di lain waktu, Fara diajak bermain di Pantai Timur, lengkap
dengan membawa perangkat rumah tangga seperti ember, mangkok, sendok, dan lainnya
untuk dijadikan alat pencetak istana pasir.
Biasanya Fara berlama-lama bermain pasir hingga menjelang sunset. Satu hal “wajib” yang kerap
dilakukan bila bermain ke pantai adalah naik perahu layar yang biayanya murah
meriah. Selama mengarungi Teluk Jakarta, Fara duduk dengan tenang, menikmati
gemercik kala dipecah perahu. Ketika cipratan air laut mengenai wajahnya, ia terlihat
senang.
Ketenangan Fara selama di atas perahu sangat bertolak
belakang dengan kebiasaannya di rumah yang selalu aktif bergerak. Jujur, kata
Fifi, ia dan suaminya membutuhkan butuh waktu meyakinkan diri untuk mulai
mengajak Fara naik perahu. Khawatir bila saat di tengah laut dia meronta-ronta
minta turun. “Makanya saya dan ayahnya merasa takjub Fara bisa anteng di dalam perahu layar. Fara bahkan berani berdiri dengan tenang
berpengangan pada tiang kapal, membiarkan angin memainkan rambutnya,” tutur
Fifi.
Perahu Layar
Di akhir tahun 2012, Desember lalu, Fara mendapat hadiah
komputer PC dari pamannya. Komputer itu ditaruh di meja kecil tempat Fara biasa
mencoret-coret kertas. Sejatinya komputer itu ditujukan untuk mengalihkan Fara
dari merecoki orang tuanya ketik sedang bekerja menggunakan laptop. Karena Fara
senang mencoret-coret kertas, ayahnya lantas mengenalkan Fara dengan program microsoft paint.
Tidak berapa setelah itu, di layar monitor komputer Fara
muncul gambar-gambar lucu. Ada gambar mirip tokoh Sponge Bob dengan berbagai
versi, yang botak, pakai rambut, sedang makan es krim, dan sebagainya.
Lama-lama gambar itu berkembang menjadi Sponge Bob yang sedang naik perahu
lengkap dengan layarnya. Ada pula latar belakang matahari dan awan. “Saya
tersentak. Gambar-gambar itu menceritakan suasana ketika kami sekeluarga naik
perahu di Ancol,” kata Fifi.
“Awalnya saya tidak yakin Fara yang membuat gambar-gambar
itu. Saya bertanya kepada semua orang dewasa di rumah, dan tak seorang pun
mengaku membuatnya. Sampai saya melihat sendiri kelenturan tangannya memainkan
mouse mengklik icon demi icon. Wah, saya tertegun, takjub dan bersyukur,
Fara punya talenta dalam menggambar,” imbuh ibu berkaca mata ini.
Rupanya Fara merekam dengan baik pengalaman-pengalaman yang
diperolehnya di Ancol. Pas Tahun Baru 2013, Fifi dan suami membawa Fara dan
Umar ke Sea World Ancol. Sesampai di Sea World, suasana begitu ramai, namun Fara
dan Umar terlihat happy dan enjoy walau ditengah kerumunan orang.
Fara sangat tertarik dengan akuarium yang berisi aneka ikan hias kecil-kecil.
Lama dia tertegun di depan akuarium itu. Diajak berkeliling dia kembali lagi ke
tempat itu. Fara juga suka melihat akuarium utama yang diisi oleh ikan-ikan
besar, seperti ikan pari, ikan napoleon, juga penyu.
Fifi dan Wawi sempat menunda-nunda waktu untuk masuk ke
dalam terowongan ikan lantaran antriannya sangat panjang, dan Fara tentu tidak
bisa diajak mengantri. Dia tidak bisa berdiri diam. Sementara rugi rasanya bila
tidak masuk ke dalam terowongan, karena tidak setiap saat keluarga kecil ini bisa
main ke Sea World. Akhirnya, Fifi
memutuskan untuk mengantri sambil mengendong Fara yang berat badannya 17 kg. “Saya
harus mengendongnya karena hanya dengan memeluknya saya bisa menahan dan
menentramkan Fara bila dia ingin berlari,” kata Fifi. Sementara Umar digendong
oleh ayahnya. Hampir satu jam lamanya Fifi mendekap puterinya erat-erat seraya terus
membujuknya agar perhatian Fara tertuju pada atraksi di akuarium utama, dimana ada
petugas sedang memberi makan pada ikan-ikan di sana.
“Lega rasanya ketika kaki menapak memasuki area terowongan.
Fara saya turunkan dari gendongan, dan dia mengamati ikan-ikan yang lalu lalang
di atas kepalanya. Hari itu kami pulang disaat hari sudah senja. Sekujur badan
terasa letih,” ujar Fifi.
Perjuangan Fifi di Sea World berbuah hasil yang menakjubkan.
Beberapa minggu setelah itu, Fara menggambar ikan-ikan kecil di komputer. Ikan-ikan yang berwarna warni itu berada
dalam sebuah kotak. Diluar kotak ada sosok orang yang memegang huruf F. Ketika ditanya
siapa orang yang ada di gambar itu, Fara menjawab, “Itu Fara”. Ternyata ia
menggambar dirinya sendiri sedang melihat ikan yang berenang di akuarium.
Kemudian Fara membuat gambar yang lain. Kali ini sosok “Fara” itu berada dalam
kotak dan ikan-ikan berada di luar area kota. “Fara dalam terowongan ikan,”
katanya kepada ibunya sambil menujuk gambar itu.
Talenta Fara dalam menggambar adalah anugerah yang sangat
disyukuri Fifi dan Wawi. Dengan perbendaharaan kata yang masih terbatas ia bisa
mengekspresikan imajinasi dan isi hatinya melalui menggambar. “Hati saya
terharu. Ancol, telah turut membangun dan mengasah talenta itu dengan
memberikan pengalaman-pengalaman indah kepada Fara. Padahal tadinya kami hanya
ingin sekadar berekreasi dan mengusir kejenuhan di rumah,” tutur ibu dua anak
ini dengan nada haru.
Maestro Masa Depan
Pada akhir Maret ini, sekolah Fara akan field trip ke Gelanggang Samudera Ancol. Mendengar kata Ancol, Fifi langsung
bersemangat. Terbayang Fara akan mendapatkan pengalaman baru dan akan muncul
imajinasi-imajinasi baru yang dituangkan dalam gambar-gambarnya. “Sudah banyak
gambar yang dibuat Fara. Sampai sekarang saya terus menyimpan karya-karyanya.
Saya sedang mencari guru les lukis untuk mengarahkan dan mengembangkan bakat
Fara. Entahlah, hati ini berbisik, suatu saat Fara bisa menjadi maestro dalam
melukis. Kalau kelak itu menjadi nyata, maka saya katakan semua itu bermula
dari kenangan indah yang diperolehnya di Ancol,” tandas sang bunda** (ff).
Lukisan Fara yang
menceritakan dirinya melihat ikan dalam akuarium di Sea World Ancol
Lukisan fara yang
menceritakan dirinya sedang berada dalam terowongan ikan Sea World Ancol.
Fara menggambar dirinya sedang naik perahu layar |
----------------“” ------------------